Berkenalan dengan Penduduk Lokal Saat Traveling

Berkenalan dengan banyak penduduk sekitar pada saat traveling adalah salah satu hal yang tidak dapat dibayar dengan apapun. Salah satu ceritanya adalah ketika berbincang dengan penduduk lokal di Peru.

Sambut Papa Lucio Huaman Ojeda, 55 tahun & Mama Rosario Mandortupa Paso, 62 tahun, pasangan pemilik rumah singgah kami yang sederhana berwarna bata di distrik Coya, sekitar 1,5 jam meninggalkan kota Cusco, Peru. Cuaca mendung pagi itu & udara dingin di desa berketinggian 3800 mdpl seakan kalah oleh kehangatan yang mereka beri pada saya & kawan saya Yunaidi.

Seperti kebanyakan keluarga lain yg tergabung dalam komunitas Patabamba di distrik ini, Papa Lucio menjemput rejeki dengan bertani, sementara Mama Rosario berkebun & menggembala ternak. Keseharian mereka terus menjaga kearifan lokal & praktik tradisional suku Quechua yang diwariskan leluhur.

Termasuk diantaranya meramu hasil alam mereka seperti daun coca, daun mint pegunungan Andes, daun muná, daun rosemary, dll tuk dijadikan minuman hangat yang berfungsi menyamankan perut, melancarkan aliran darah, dan memulihkan stamina kami yang sedikit terganggu oleh sindrom penyakit di ketinggian. Hingga tiba saatnya dengan racikan hasil alam yang digenggam di tangan, Mama Rosario pun turut pula membantu mengusap, mengetukkan nya pada kepala, leher, serta tengkuk kepala saya dan Yudi, seraya berdoa guna membersihkan dari segala energi negatif yang sempat hinggap di perjalanan.

Kami sangat bersyukur dan bahagia dapat diterima layaknya keluarga yang datang jauh dari benua lain. Setiap harinya kami belajar cara hidup sederhana mereka: menyantap makanan khas, meminum jejamuan yang mereka racik, menengok bagaimana mereka menenun kain dari bahan alami tuk dijual di koperasi & turut menengok lokasi pertanian mereka yang berdekatan dengan “The Balcony Of The Sacred Valley”, yang dimana dari teras diatas bukit ini kita dapat menengok sungai Urubamba & jejeran perbukitan dibawah kita.

Dan tak lupa, setiap harinya kami pun belajar bagaimana mereka optimis memandang bahwa hasil alam yang dituai dengan penuh syukur akan terus dapat mensejahterakan masyarakat sampai tutup zaman, selama kita memperlakukan alam dengan tulus.

“Terima kasih banyak bapak & ibu” balas kami dengan bahasa Indonesia, berpamitan, sebelum melanjutkan perjalanan.